HomeNewsTafsir Gemalara Untuk Lagu ‘Di Wajahmu Kulihat Bulan’

Tafsir Gemalara Untuk Lagu ‘Di Wajahmu Kulihat Bulan’

Berdasarkan informasi yang bisa didapat dari wikipedia, lagu “Di Wajahmu Kulihat Bulan” diciptakan oleh Mochtar Embut pada tahun 1960. Lebih dari lima dekade kemudian, lagu tersebut kembali diperdengarkan ke masyarakat Indonesia lewat aransemen yang mengawang absurd versi Gemalara.

Gemalara adalah sebuah band pendatang baru yang diproduseri oleh Windra Benyamin, produser Float untuk album ‘Music For 3 Hari Untuk Selamanya’ dan ’10’.

“Ide (untuk menggunakan) lagu ini datang dari director film pendek, Vera Lestafa. Lagu ini buat film pendeknya berjudul “Everything in Between”. Setelah gue denger, terus gue bilang ke Vera kalau lagu ini harus gue bongkar dan dia mempersilakan dengan acuan sudah mendapat ijin dari sang ahli waris pencipta lagu tersebut,” ujarnya. “Gue tau aransemennya akan gue bikin yang gampang tapi gak murahan, dan cocok buat dibawain Gemalara juga.”

Pria yang biasa disapa Bontel itu mengatakan, lagu ‘Di Wajahmu Kulihat Bulan’ sangat bagus dan sarat element of surprise. Ia mengaku tak perlu waktu lama untuk ‘membongkar’ lagu legendaris tersebut. Namun, Bontel melanjutkan, yang membuat lagu ini memiliki nilai lebih adalah saat dinyanyikan oleh vokalis Gemalara.

Sementara itu, Gemalara yang beranggotakan Samo Rafael (vokal), R.A Syukur (gitar), dan Dylan Utomo (bass) sepakat menganggap bahwa lagu tersebut merepresentasikan karakter gemalara dari perspektif aransemen. Mereka juga mengakui bahwa lagu yang telah beberapa kali di-cover itu memang sangat bagus.

“Secara aransemen iya. Feel-nya sama tapi taste-nya beda. Bunyi itu kan media, tapi nyawanya beda-beda,”ujar Samo mewakili kedua rekannya.

Saat disinggung perihal pemilihan nama Gemalara, Samo memang mengakui bahwa intinya adalah lara. Kesedihan. Menurut pengakuannya, banyak pihak yang menganggap bahwa nama tersebut cukup dark bagi sebuah nama band. Namun ia memberikan alasan pemilhan nama Gemalara yang berkaitan erat dengan musiknya.

Basic-nya itu memang dari lara, ‘Gapapa kan sebenarnya orang itu sedih?’ Cuma outcome-nya yang bisa kita kontrol. Sebenarnya poin pentingnya itu gema, tapi kita harus jujur buat menyampaikan lara itu,” tuturnya.

Ia melanjutkan, “Kita tuh ngebayanginnya kaya jiwa. Misalnya dalam jiwa itu ada lara atau kesedihan, outcome dari lara itu kan bisa banyak. Gemanya itu bisa banyak. Bisa penerimaan, bisa kesedihan bisa kesenangan, atau apapun. Kita sih ngebayangin kita ini kaya matahari warna abu-abu, terus pinggirannya wana-warni. Semua berasal dari lara yang sama.”

http://gemalara.com/

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.