Bagaimana negara berdiri adalah keniscayaan atas kemuraman. Dia dibangun di atas darah pemberontak. Pancangnya terikat di tulang para ibu yang mati kesepian saat menunggu anak-anaknya pulang perang. Dindingnya disepuh dari banyak puak yang kehilangan wangsa. Puncaknya dari keringat para buruh yang membatu. Dan, deklarasinya dari pengap penjara yang terasing.
Setelah bendera itu berkibar di puncaknya, deretan rujukan imajinatif rasa pedih dan perih mulai menyayup. Perlahan pekak suka cita meninju udara. Orang-orang gembira karena telah menjadi warga negara, punya rumah sekaligus tambatan untuk melabuhkan nasib masing-masing. Namun tidak ada yang benar-benar abadi, termasuk suka cita. Tawa berganti derita yang entah mengapa terpelihara.
Betapa letihnya menjadi warga negara. Menyaksikan banyak tragedi, kedegilan, keserakahan, dan tipu daya, seolah warga negara adalah jalan pintas menuju kesengsaraan. Banyak orang yang tumpas hidupnya. Tak sedikit yang hilang wangsa dan kekancingnya berganti gedung-gedung berhias pita pembangunan.
Gambaran muram yang disembunyikan dengan banyak slogan itu ditaruh TEMARAM di album ke-2 bertajuk “Praise The Darkness”. Dirilis dalam bentuk kaset dan digital, ada tiga perkara yang mereka taruh dalam tiga track instrumental: ‘Oilslamicstate’, ‘Heals’, dan ‘Burn’.
‘Oilslamicstate’ adalah perkara keserakahan yang dilegitimasi negara. Tentang restu pada perusak Sumber Daya Alam (SDA) yang mengambil banyak kehidupan. Lewat distorsi kotor nan lengket Temaram seperti memaparkan betapa menjijikannya perusak itu.
‘Burn’ memperkarakan nasib muram orang-orang yang melawan. Mereka, yang berdiri di baris depan perlawanan terhadap congkak dan keserakahan kerap berakhir sunyi.
Perlawanan adalah jalan pintas menuju pemakaman. Yang lebih beruntung barangkali diasingkan sampai tandas hidupnya. Introduksi yang lamban namun menekan lalu mengapi di pertengahan lagu dengan pola, riff, dan atmosfer yang sama sekali berbeda semacam tanda bahwa api perlawanan terwariskan di tiap generasi.
“Dan ‘Heals’ adalah perkara rakyat yang harus bisa menyembuhkan borok negaranya sendiri. Kami merangkum cerita itu ke dalam musik dan ambience instrumental yang disuguhkan. Kalau didengarkan seksama, tiga lagu itu memiliki ambience yang berbeda,” kata Yudha, gitaris Temaram.
Tiga materi ini merupakan endapan kemarahan Temaram sejak lama. Dibuat tahun 2018 dalam bentuk MIDI oleh Nugraha Adam (Drum). Temaram yang kini juga diperkuat Iqbal (gitaris yang juga mengurusi perwajahan album) merasa stoner/doom dengan ambience gelap masih jadi medium yang tepat untuk menaruh kemarahan mereka.
“Namun memiliki konsep yang berbeda dari album pertama karena ‘Praise Of Darkness’ disajikan instrumental, tidak seperti album sebelumnya ‘Revival’,” kata Adam.
“Puas rasanya kami bisa merekam lalu memindahkan banyak peristiwa yang disembunyikan di balik wajah dan slogan heroik di tengah anak muda itu ke apa yang kami yakini (musik). Semoga kita tidak menjadi bagian dari banyak perkara itu,” sambung Iqbal.
Akhir 2020, ‘Burn’ dan ‘Oilslamicstate’ direkam live di studio JB REKAM lalu di-mixing mastering Riski Farid aka Blek sementara ‘Heals’ direkam mandiri di Cosmics Creative studio. ‘Praise The Darkness’ dirilis Otakotor Records, salah satu label asal Jogja yang kerap merilis banyak band stoner. Album ini dirilis dalam format kaset tape yang ditawarkan bundling package secara pre-order yang sudah dibuka dari pertengahan bulan November di akun Instagram TEMARAM dan Otakotor Records.
View this post on Instagram