PEMBAWAANNYA yang tenang dari dara manis yang bernama asli Danilla Jelita Poetri Riyadi, dan juga suara alto dari dirinya membuat pendengar merasa terawang-awang dengan musiknya, penyuka britpop dan trip hop ini sudah merilis album perdananya, untuk segi musikalitas berbeda 180 derajat dari apa yang ia sukai. Ini #Obrolsaya bareng cewek yang masih berstatus mahasiswi di bilangan Jakarta Pusat.
Anda seorang penyanyi dengan album perdana yang baru dirilis, tapi Anda tidak senang kalau disebut penyanyi, sebetulnya Anda ingin disebut apa sih?
Jadi sebenarnya secara pribadi saya tidak pernah bercita-cita menjadi penyanyi, bahkan dari dulu disuruh nyanyi tidak mau. Tapi mama yang mendorong saya kalau kamu bisa nyanyi, yasudah akhirnya saya ikhlas. Karena lagunya suka, nadanya juga enak, saya jadi menyanyikannya juga enjoy. Untuk sebutan penyanyi kalau saya lebih seneng dibilang anak band aja sih, soalnya saya juga tidak terlalu menguasai sekian tehnik dalam bernyanyi jadinya saya bisa disebut sebagai pengantar pesan.
Di album perdana Anda banyak lirik yang berhubungan dengan tragedi, kegelapan, cinta yang menusuk, apakah Anda lebih suka menyanyikan lagu-lagu seperti itu atau karena cocok?
Sebetulnya awalnya bukan produser yang memilih saya, tapi lagu yang mereka ciptakan akhirnya cocok dengan karakter saya. Ada 1 lagu di 2010 saya tidak pernah tahu siapa yang menyanyikan, cuma kok sama saya jadi pas yasudah jadinya seperti ini, lagu yang membiarkan memilih saya untuk menjadi penyanyinya. Sepertinya saya punya interpretasi sendiri dalam menyanyikan lagu, itulah kenapa saya akhirnya kita [produser dan Danilla] bekerjasama.
Penyulut seperti apa yang membuat Anda membawakan musik yang bisa dibilang non mainstream? Kenapa bukannya start awal dengan genre yang sudah umum?
Sebetulnya ini adalah pengalaman pertama buat saya, dan lagu-lagu dengan genre ngambang, diawang-awang itu membuat saya tertarik, tapi kalau saya aplikasikan kedalam band saya yang berbeda pastinya akan tidak kena, ini seperti alter ego saya tentang keyakinan mengambil jalur musik, secara musiknya kan sangat segmented sekali. Tapi kalau prinsip saya tentang musik, kalau sudah memulai itu harus jujur dan karena saya tidak mengkonsepkan untuk yang “dagang” yasudah saya pertahankan saja karena emang saya suka jadinya saya juga mau menyanyikan, dan karena saya juga yakin pasti ada orang yang mendengarkan meskipun sedikit ataupun banyak.
Ketika Anda memutuskan sebagai penyanyi, apakah ini hanya sebagai kesempatan yang ada? Seberapa kuat energi kalian kedalam pendengar musik?
Tidak juga, saya sendiri juga menyangka sih tapi kebetulan lagu-lagu yang dibuat, itu cocok untuk karakter saya maka dari itu saya lakukan dan itu fun, saya juga sebetulnya orangnya sendu jadi pas saja ketemu dengan lagunya, dan secara tidak langsung saya bisa mengeluarkan ekspresi yang terpendam. Mengenai energi mungkin tergantung seberapa terpendamnya sakitnya saya, saya merasa bernyanyi seperti heal, jadi ketika nyanyi saya merasa tersembuhkan. Dan saya juga punya ruangan untuk mengeluarkan rasa sembelit, maka disinilah tempat saya bisa berekspresi.
Pesan di dalam album terbaru ini apa sih? Anda lebih ingin menceritakan seperti apa?
Album ini bercerita mengenai stalking, jadi tentang seseorang yang selalu stalker si A melulu, dan kebanyakan lagunya berdasarkan dari kisah nyata, ‘Buaian’ itu lebih menceritakan kita tentang seseorang atau ‘Ada Disana’, mau dong ditembak biar jadian atau paling tidak bisa deketlah. Album ini pure stalking.
Menurut Anda bermusik itu menyenangkan, namun kalau Anda sendiri yang senang tidak bisa juga dalam industrinya, artinya masyarakat belum bisa menerima, apakah itu menjadi pressure buat Anda?
Perasaan sedih sih pasti ada tetapi ya gimana lagi, tidak apa-apa juga, saya juga dapet moodbernyanyinya seperti ini. Dan saya ingin membawakan karya yang jujur, sepertinya terlalu suci kalau untuk dinodai, untuk diubah-ubah dari aransemen karena masalah permintaan pasar.
[Teks: Romy Ibrahim]